Thursday, April 22, 2021

CERITA TENTANG 11 RAMADHAN

Flashback ke 9 Ramadhan 2011. Hari kedua orientasi sebagai mahasiswa baru.

Salah satu materi akan dibawakan oleh tim ESQ. Ketika mendengar ESQ, pikiran yang langsung muncul adalah ‘ah pasti mau ditakut-takutin lagi nih pake cerita orang tua dan bendera kuning.’ ketebak. Tapi karena ini adalah bagian dari orientasi Maba, ya sudah ikuti saja. Sampailah materi mereka pada satu perumpamaan “Laut vs tetesan air”. Begitulah perumpamaan nikmat akhirat dan nikmat dunia. Betapa meruginya mereka yang memilih setetes air tersebut. Begitu katanya.

Jleb. Aku langsung merasa tersindir karena lebih suka setetes air itu. Alih-alih memikirkan bendera kuning di rumah, justru muncul pikiran ‘bagaimana kalau bendera kuningnya ternyata untuk aku?’

Malam itu aku kembali ke kosan. Hampir semua anak kos sedang kembali ke kampung, hanya beberapa Maba yang tersisa. Sepi. Sambil tetap memikirkan perumpamaan itu, aku mencoba memejamkan mata, tapi mata ini langsung terbuka karena takut. Takut jika tidak bisa terbuka lagi. Aku menangis dan berdoa ‘ya Allah, kalau mau ambil nyawa saya, nanti aja ya kalau saya udah pake kerudung, kalau saya sudah tobat, jangan sekarang ya..’. Karena lelah menangis, akhirnya aku baru tertidur sekitar jam 03.00.

10 Ramadhan 2011

Setelah hari terakhir orientasi mahasiswa baru ini selesai, Aku bergegas pulang ke rumah. Pukul 20.00 Aku sampai ke rumah, bersalaman dengan ayah yang saat itu masih mengerjakan pesanan jahitan. Kemudian Aku menghampiri amak dan berkata ‘Mak, besok bangunin pagi ya. Ai mau ke tanah abang beli kerudung’

       ‘Kerudung? Buat siapa?

       ‘Buat Ai’

       ‘Ai mau pake kerudung? Alhamdulillahhh akhirnyaa’ Ibu bersorak karena terlalu senang

11 Ramadhan 2011

Godaan untuk tidur setelah sholat subuh sulit sekali ditolak, hingga Ibu kemudian membangunkan. Aku bergegas ke kamar mandi di kamar ibu (karena kamar mandinya paling nyaman di rumah) ketika pintu kamar mandi dibuka, terlihat ayah di dalam kamar mandi. Segera pintu kututup lagi dan berkata ‘ih ayah kok pintunya gak dikunci’. Setelah berkata demikian, muncul pikiran ‘tardulu… ngapain ayah sujud di kamar mandi’. Segera kubuka lagi pintu kamar mandi dan memanggil 

‘Ayaahhh…Ayahh..ayah ngapain? Ayah..?’ Hening. Tidak ada jawaban.

Maakk….ayah kenapa itu? Aku bersorak memanggil ibu

Ibu yang sedang berada di luar kamar segera menghampiriku ‘Kenapa?’

‘Itu…ayah sujud di kamar mandi..’

Ibu panik. Kakak laki-laki ku langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengangkat ayah

‘Kakinya dingin… ‘ ucap ibu dengan suaranya yang gemetar

‘Gak papa, ini perutnya anget kok, badannya anget. Kita panggil dokter aja.’ Abang coba menenangkan

Kupegang telapak kakinya, dingin. Kupegang betisnya, dingin. Dingin yang perlahan naik dari telapak kaki, betis, hingga ke seluruh badan.

Disitulah aku ingat cerita ustad yusuf mansur tentang proses kematian. Bahwa ketika seseorang diambil nyawanya, proses itu akan dimulai dari kaki, hingga ke kepala. Ketika dingin sudah menjalar sampai ke perut, aku langsung yakin bahwa inilah saat terakhir ayah. Ku talkinkan kalimat syahadat di telinganya berkali-kali. Tidak ada balasan.

Dokter datang dan mengkonfirmasi ayah sudah wafat.

 

11 RAMADHAN 2011. Tepat 1 dekade lalu. Hari pertama mengenakan hijab dan hari terakhir melihat ayah.

No comments:

Post a Comment